Suatu malam ketika
papa dan mama sedang berusaha menidurkanmu, kami melantunkan cerita-cerita yang
kadang-kadang ngalor ngidur.
Entah mengapa kalau
kami asyik bercerita maka dirimu akan hanyut terlelap di dalam kata-kata kami
yang mungkin tidak engkau mengerti. Hal itu terjadi setiap malam. Di kamar
kecil kita. Di dalam gelapnya kamar maka yang mengisi hanya semburan percakapan
kami.
Malam kemarin
tiba-tiba aku menceritakan tentang masa laluku pada papamu. Aku bercerita
tentang kisah roman ketika masih duduk di bangku kuliah. Di tahun pertama itu
ada seorang pria yang satu kelas denganku yang sepertinya tertarik padaku dan
mulai mendekati aku. Orangnya sangat baik. Setiap pulang bahkan dia menawarkan
untuk memegangi bukuku yang besarnya hamper sama seperti bantal. Walau aku
menolak, ia tetap bersikukuh, akhirnya saya biarkan saja dia membawa bukuku.
Sampai pada suatu waktu sebelum libur semester ia memintaku menjadi kekasihnya.
Aku bilang padanya untuk member aku waktu untuk berpikir.
Saat liburan tiba,
maka aku kembali ke rumah opung di Priuk. Saat senggang, aku bercerita mengenai
pria itu kepada opung boru dan meminta ijinnya apakah aku boleh menerima pria
itu sebagai pacarku. Opung boru tidak melarang dan membebaskan keputusanku.
“terserah” katanya.
Saat liburan telah
habis, tibalah kewajibanku untuk member jawaban pada pria itu. Setelah lama
kupikir-pikir aku memutuskan untuk tidak menerimanya dan memintanya untuk
menjadi teman yang baik saja. Hal itu karena sepertinya perasaanku kepadanya
belum cukup kuat. Aku sedikit menyesal saat itu karena telah mengecewakannya.
Pasti. Dan aku merasa bersalah karena sepertinya sudah memberi harapan padanya
selama ini.
“emang tuh salah
sudah memberi harapan,” kata papamu.
“iya, salah emang.
Kenapa emang bang? Pengalaman yah?” kataku. Kemudian papamu langsung tertawa
terbahak-bahak.
Lanjut cerita.
Kemudian beberapa bulan kemudian aku mendengar ia telah memiliki seorang pacar.
Dan aku merasa lega sekali saat mendengarnya. Setidak sedikit menghapus rasa
bersalahku.
“iya yah, orang
yang selama ini dekat eh malah ga jadi sama kita. Yang berjauhan malah jadi”
kata papamu yang merujuk pada kisah kami.
Kita memang tidak
pernah tahu jalan Tuhan. Dan sampai saat ini aku masih beryukur bisa
dipertemukan dengan papamu walau pada awal pertemuan kami, aku agak menghindar.
Setelah itu kami tak berkomunikasi untuk waktu yang cukup lama namun kemudian
kami berjumpa kembali di Jakarta dengan perasaan yang berbeda.
No comments:
Post a Comment