Monday, January 20, 2014

Lantunan Kisah di Malam Hari



Suatu malam ketika papa dan mama sedang berusaha menidurkanmu, kami melantunkan cerita-cerita yang kadang-kadang ngalor ngidur.
Entah mengapa kalau kami asyik bercerita maka dirimu akan hanyut terlelap di dalam kata-kata kami yang mungkin tidak engkau mengerti. Hal itu terjadi setiap malam. Di kamar kecil kita. Di dalam gelapnya kamar maka yang mengisi hanya semburan percakapan kami.
Malam kemarin tiba-tiba aku menceritakan tentang masa laluku pada papamu. Aku bercerita tentang kisah roman ketika masih duduk di bangku kuliah. Di tahun pertama itu ada seorang pria yang satu kelas denganku yang sepertinya tertarik padaku dan mulai mendekati aku. Orangnya sangat baik. Setiap pulang bahkan dia menawarkan untuk memegangi bukuku yang besarnya hamper sama seperti bantal. Walau aku menolak, ia tetap bersikukuh, akhirnya saya biarkan saja dia membawa bukuku. Sampai pada suatu waktu sebelum libur semester ia memintaku menjadi kekasihnya. Aku bilang padanya untuk member aku waktu untuk berpikir.
Saat liburan tiba, maka aku kembali ke rumah opung di Priuk. Saat senggang, aku bercerita mengenai pria itu kepada opung boru dan meminta ijinnya apakah aku boleh menerima pria itu sebagai pacarku. Opung boru tidak melarang dan membebaskan keputusanku. “terserah” katanya.
Saat liburan telah habis, tibalah kewajibanku untuk member jawaban pada pria itu. Setelah lama kupikir-pikir aku memutuskan untuk tidak menerimanya dan memintanya untuk menjadi teman yang baik saja. Hal itu karena sepertinya perasaanku kepadanya belum cukup kuat. Aku sedikit menyesal saat itu karena telah mengecewakannya. Pasti. Dan aku merasa bersalah karena sepertinya sudah memberi harapan padanya selama ini.
“emang tuh salah sudah memberi harapan,” kata papamu.
“iya, salah emang. Kenapa emang bang? Pengalaman yah?” kataku. Kemudian papamu langsung tertawa terbahak-bahak.
Lanjut cerita. Kemudian beberapa bulan kemudian aku mendengar ia telah memiliki seorang pacar. Dan aku merasa lega sekali saat mendengarnya. Setidak sedikit menghapus rasa bersalahku.
“iya yah, orang yang selama ini dekat eh malah ga jadi sama kita. Yang berjauhan malah jadi” kata papamu yang merujuk pada kisah kami.
Kita memang tidak pernah tahu jalan Tuhan. Dan sampai saat ini aku masih beryukur bisa dipertemukan dengan papamu walau pada awal pertemuan kami, aku agak menghindar. Setelah itu kami tak berkomunikasi untuk waktu yang cukup lama namun kemudian kami berjumpa kembali di Jakarta dengan perasaan yang berbeda. 

No comments:

Post a Comment